Pengantar
Perancaangan kota sebagai tempat tinggal dan pusat pergerakan aktivitas sosial dan ekonomi sesungguhnya bukan hal baru dalam sejarah peradaban manusia. Hippodamus of Miletus, seorang arsitek, matematikawan, filsuf sekaligus meteorolog sudah memperkenalkan konsep perncanaan kota terpadu yang tercermin dari tata ruang kota di Yunani. Dia bahkan dikenal sebagai Bapak dari Perencanaan Kota. Konsep utama rancangan Miletus adalah pemisahan ruang untuk kepentingan berbeda yaitu untuk umum, pribadi, dan sakral.
Bertambahnya jumlah manusia dan keterbatasan ruang yang tersedia membuat konsep pemisahan ruang dan fungsi yang diperkenalkan Hippodamus menjadi tidak relevan lagi. Konsep baru kemudian diperkenalkan dengan pendekatan pemakaian ruang secara bersama tanpa pemisahan yang kaku sifatnya. Dengan dasar ini, dewasa ini perancanaan kota bertumpu pada prinsip fleksibilitas, efisiensi, dan ketepatan fungsi.
Di abad 21 ini tantangan perencanaan kota kian kompleks. Urbanisasi yang masif menyebabkan jumlah dan proporsi penduduk kota terus berubah dan cenderung meningkat. Prediksi menunjukkan bawa dalam 35 sampai 40 tahun ke depan, 70% manusia akan hidup di kota. Hal ini tentu merupakan tantangan tersendiri bagi perancangan kota sehingga lahir kota-kota yang dapat memberi layanan terbaik bagi penduduk yang tumbuh begitu pesat.
Yang jelas, apa yang ditawarkan oleh perintis perancangan kota berabad lalu harus selalu dikritisi dan diadaptasi agar implementasinya sesuai dengan situasi saat ini. Meskipun rancangan dan solusi yang ditawarkan oleh para ahli di masa lalu mungkin memang tepat dan merupakan terobosan revolusioner di masa itu, tetap saja hal itu perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan di masa kini. Singkatnya, dinamika manusia dan aktivitasnya juga memotivasi adanya inovasi dalam perancangan kota.
Tantangan utama generasi kini dalam merancang dan mengelola kota bukanlah untuk memastikan fungsi layanan yang baik saja tetapi untuk menjamin bahwa layanan yang baik itu bersifat berkelanjutan. Kota cerdas, adalah istilah yang kini umum digunakan. Tantangan generasi kini adalah mewujudkan kota dengan pembangunan masyarakat berkelanjutan. Beberapa frase kunci untuk hal ini adalah pengembangan infrastruktur canggih untuk pengelolaan air, pemanfaatan energi/daya, pengelolaan lalu lintas, perancangan bangungan hijau, dan pengelolaan polusi efek rumah kaca. Singkatnya, dengan pertumbuhan populasi urban yang begitu cepat maka pertumbuhan kebutuhan akan kota-kota yang nyaman (livable) pun menjadi semakin tinggi.
Dalam mewujudkan kota cerdas, ada banyak faktor dan aspek yang harus mendapat perhatian. Kejelasan batas ruang dan peruntukannya merupakan salah satu faktor penting dalam mewujudkan kota cerdas. Untuk kepentingan ini diperlukan adanya informasi berbasis keruangan di permukaan bumi atau informasi geospasial yang memadai. Salah satu wujud paling umum dari informasi geospasial adalah peta. Selain memadai secara kualitas teknis (skala, akurasi, kelengkapan, dll), informasi geospasial juga seyogyanya bersifat terpadu, menyajikan berbagai unsur berbeda untuk kepentingan dan peruntukan yang berbeda juga. Informasi geospasial atau peta yang disajikan hendaknya bisa mengakomodir fungsi dan kemanfaatan berbagai pihak berbeda. Dengan informasi geospasial terpadu seperti ini, akan bisa dihindari tumpang-tindih peruntukan atau konflik antarkepentingan yang berbeda.
Pertanyaannya berikutnya adalah seberapa rinci sebaiknya cakupan spasial informasi geopasial yang ideal untuk mendukung kota cerdas? Secara umum, semakin rinci pemahaman kita terhadap ruang-ruang permukaan bumi, semakin baik perencaan kota cerdas bisa dilakukan. Dalam hal ini, pemahaman yang komprehensif terhadap setiap jengkal tanah atau ruang permukaan bumi merupakan modal utama untuk pengelolaan yang baik. Pemahaman yang rinci terhadap setiap kabupaten di sebuah provinsi tentu lebih baik dibandingkan pemamahan umum terhadap provinsi saja. Demikian pula, pemahaman yang komprehensif tentang setiap kecamatan di sebuah kabupaten tentu lebih baik dibandingkan pemahaman umum terhadap Kabupaten saja. Intinya, semakin kecil unit keruangan pemahaman kita, maka semakin baik perencanaan pengelolaan ruang yang bisa dilakukan.
Bayangkan jika pemahaman akan ruang di permukaan bumi sampai pada unit bidang atau persil tanah, tentu saja pemahaman ini sangat rinci dan komprehensif. Seandainya saja Indonesia memiliki informasi geospasial yang rinci dan komprehensif untuk setiap bidang tanah di Indonesia informasi geospasial yang demikian akan sangat ideal untuk digunakan dalam berbagai perencanaan yang rinci, termasuk dalam merencakan kota cerdas.
Dari pembahasan sebelumnya, ada dua hal penting terkait informasi keruangan yang diperlukan dalam merencanakan kota cerdas. Yang pertama adalah ketersediaan informasi geospasial terpadu dan yang kedua adalah digunakannya bidang atau persil tanah sebagai satuan terkecil penyajian informasi geospasial tersebut. Berdasarkan analisis ini, Departemen Teknik Geodesi (DTGd), Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada memandang bahwa fnformasi geospasial terpadu berbasis peta bidang tanah berperan penting untuk mendukung pembangunan kota cerdas. DTGd juga melihat berbagai tantangan dalam mewujudkan informasi geospasial dengan kriteria yang dimaksud sehingga memandang perlu adanya kegiatan ilmiah untuk mendukungnya. Maka dari itulah, DTGd akan menjadikan isu ini sebagai tema utama dalam Conference on Geospatial Information Science and Engineering (CGISE) ke-4 tahun 2018.
Program
CGISE merupakan program dua tahunan yang berupa konferensi untuk mewadahi diseminasi penelitian terkait keilmuan dan kerekayasaan informasi geospasial. Program ini dilaksanakan rutin oleh Departemen Teknik Geodesi FT-UGM dalam bentuk seminar pleno dan presentasi paralel. Seminar pleno menghadirkan pakar Nasional dan Internasional di bidang – bidang yang sesuai tema utama sedangkan presentasi paralel menghadirkan sejumlah peneliti yang diundang melakui mekanisme ‘call for papers’</i . Selain seminar pleno dan presentasi paralel, CGISE 2018 ini juga menyelenggarakan workshop/lokakarya ilmu dan teknologi geospasial.
